Rabu, 12 Mei 2010

Bersedekah, Jalan ke Allah

Tidak sedikit orang yang merindukan agar mencapai derajat laa khaufun'alaihim walaa hum yahzanuun, yaitu orang-orang yang Allah cabut dari hatinya perasaan sedih, kecemasan dan ketakutan terhadap segala sesuatu. Yaitu orang-orang yang telah mencapai derajat menjadi kekasih Allah.

Namun, sedikit sekali orang yang tahu jalan untuk mencapai derajat ini. Yang salah satu jalannya melalui kebiasaan bersedekah. Bersedekah telah menjadi suatu karakter yang mendarah daging dari seorang Muslim yang menginginkan menjadi kekasih-Nya. Dikala lapang maupun sempit, disaat berkecukupan maupun kekurangan.

Inilah barangkali mengapa Rasulullah menyerukan kepada sahabatnya yang tengah bersiap pergi menuju medan perang Tabuk agar mengeluarkan sedekah. Apalagi saat itu Allah menurunkan ayat tentang sedekah kepada Rasulullah, yaitu surat al-Baqarah ayat 261.

Seruan itu disambut oleh para sahabat dengan begitu antusias. Ada Abdurrahman bin Auf, yang menyerahkan separuh hartanya untuk digunakan di jalan Allah. Juga ada Usman bin Affan, yang tanpa ragu menggunakan hartanya untuk melengkapi peralatan dan pakaian bagi mereka yang akan berperang. Adapun Ali bin Abi Thalib ketika itu hanya memiliki empat dirham. Ia pun segera menyedekahkan satu dirham waktu malam, satu dirham saat siang, satu dirham secara terang-terangan dan satu dirham lagi secara diam-diam.

Mengapa para sahabat begitu antusias dan spontan menyambut seruan Rasulullah tersebut? Ini karena selain mereka yakin akan balasan yang berlipat dari Allah dan Rasul-Nya, mereka-para sahabat-juga meyakini, bersedekah adalah bukti ketaatan dan kepatuhan mereka kepada Allah. Bukti pengabdian dan cinta hanya kepada-Nya. Sehingga apapun yang Allah perintahkan melalui Rasulnya, mereka tanpa ragu laksanakan.

Saudaraku, tentu saja tidak salah bila mengharapkan balasan yang berlipat akan sedekah yang kita keluarkan. Manfaat bersedekah sebagai penolak bala dan penyubur pahala memang merupakan janji dan jaminan Allah, tidak perlu kita ragukan. Namun, akan lebih baik bila sedekah dapat diartikan sebagai sarana untuk semakin dekat kepada-Nya. Bersedekah adalah jalan memupuk keikhlasan semata-mata karena Allah, bukti kepatuhan dan cinta seorang hamba kepada Khaliknya.

Mudah-mudahan Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang memiliki kesanggupan menyedekahkan sebagian harta dikala lapang maupun sempit. Dan mampu bersedekah dengan penuh keikhlasan agar menjadi hamba-Nya yang sejati. Amin.

khutbah jumat (kebersihan)

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Jamaah Jum`at rahimakumullah, semoga Allah senantiasa merahmati kita sekalian.

Dari seluruh kenikmatan yang dianugerahkan kepada kita itu, ada kemudian kenikmatan yang paling agung, yaitu hidayah Iman dan Islam, sebab tanpa keduanya, seluruh rizki dan kenikmatan pada akhirnya hanyalah bencana. Iman dan Islam itu menuntut umat manusia untuk senantiasa bersih, menjaga kebersihan bahkan mendidik ikhlas dan thaharah, serta ihsan. Ikhlas berarti menjaga kemurnian, kebersihan iman. Yaitu niat dan ibadah serta muamalah senantiasa disesuaikan dengan syari’at Allah dan hanya karena Allah.

“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam menjalankan agama dengan lurus”. (Al-Bayyinah: 5)

Yaitu jauh dari syirik dan jauh dari kesesatan, bersih dengan sebersih-bersihnya, seperti difirmankan oleh Allah :

“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya. (QS Al- Kahfi 18: 110).

Hadhirin jamaah jum’at A’azzakumullah!

Bersih dalam beribadah adalah niat ikhlas, tanpa syirik, riya’, ujub dan sebagainya.
قَالَ شَدَّاد: فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اْللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَِسَلَّمَّ يَقُوْلُ: مَنْ صَلَّى يُرَائِي فَقَدْ أَشْرَكَ وَمَنْ صَامَ يُرَائِي فَقَدْ أَشْرَكَ وَمَنْ تَصَدَّقَ يُرَائِي فَقَدْ أَشْرَكَ .. قَالَ الله أَنَا خَيْرُ قَسِيْمٍ لِمَنْ أَشْرَكَ بِيْ مَنْ أَشْرَكَ بِيْ شَيْئًا فَإِنَّ (حَشْدَهُ) عَمَلَهُ قَلِيْلَهُ وَكَثِيْرَهُ لِشَرِيْكِهِ الَّذِيْ أَشْرَكَ بِهِ وَأَنَا عَنْهُ غَنِيٌّ (أحمد في المسند 4/125).
Syaddad Radhiallaahu anhu berkata: “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Siapa yang shalat dengan berpa-mer (riya’) maka sungguh dia telah syirik (menyekutukan Allah). Siapa puasa dengan riya’ maka dia telah syirik dan siapa yang bershadaqah dengan berpamer maka dia telah syirik, ……

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: “Akulah sebaik-baik pem-bagi bagi siapa yang menyekutukan Aku, siapa yang menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun maka seluruh amalnya sedikitnya atau banyaknya adalah untuk sekutunya yang dia telah berbuat syirik dengannya, sedangkan Aku Maha Kaya (tidak butuh) dari amal itu. (HR. Ahmad dalam Musnad IV=125).

Jamaah jum’at rahima kumullah!

Bersih dalam beribadah berarti melaksanakan sesuai dengan contoh dari Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam cocok dengan syari’at Allah, bersih dari bid`ah, tradisi yang menyalahi syariah, tidak membuat tatacara beribadah yang tiada diberi contoh oleh Rasulullah, karena tiada lurus amalan yang dibuat-buat sendiri ini. Rasulullah mengancam :
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
"Setiap bid`ah adalah tersesat”. (HR. Abu Daud).
وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ
”Dan setiap kesesatan berada di neraka” .

Ibadah itu harus sesuai dengan syari’at, tentang syarat dan rukunnya, dengan niat ikhlas hanya karena Allah, itulah syarat diterimanya amal ibadah. (Tafsir Ibnu Katsir V=110). Itu berarti bersih Iman yang menghasilkan akhlaq dan muamalah yang bersih. Akhlaq yang dicontohkan Rasulullah n, akhlaq yang agung lagi mengagumkan. Dipuji oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala sepanjang masa yang di hadapan segenap makhluq yang tunduk padaNya. Kalam Allah dalam Al-Qur`an itulah akhlaq Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Demikian diriwayatkan oleh ummul mukminin ‘Aisyah Radhiallaahu anha :
أَتَقْرَأُ الْقُرْآنَ ؟ … كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآَنُ (مسلم 746، أحمد : 16)
“Tidakkah anda membaca Al-Qur’an? Akhlaq beliau adalah Al-Qur’an”

Jamaah jumiah A’azza kumullah!

Dengan Al-Qur’an kalam Allah itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memimpin, mencontohkan, membimbing, memperagakan, membuktikan dan mendidik secara langsung sepanjang hidupnya dengan akhlaq yang paling bersih, paling tulus kehadirat Allah dan paling indah mengagumkan dan menjadi pedoman yang kokoh bagi kehidupan umat sepanjang zaman.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah”. (Al-Ahzab: 21).

Keteladanan sebagai pemimpin, sebagai warga, sebagai anggota ummat sebagai apapun, di dalam beragama, beraqidah, beribadah, berakhlaq maupun bermuamalah, keteladanan beliau yang indah dan bersih itu, tercermin dalam:
 Hati yang ikhlas, mencakup sifat-sifat marhamah penyayang, penyantun, ramah, sabar, qana’ah, tawadhu’, adil, pemberani dan sifat-sifat mulia seluruhnya dan jauh dari sifat-sifat buruk seperti: riya’, kejam, kasar, kikir, ambisi, rakus, sombong, aniaya, curang, penakut, munafiq (bermuka dua) dll. (Fana’udzu billah min dzalik).
 Perkataan yang bersih dan indah adalah jujur, benar, singkat, jelas, halus, manis dan menggembirakan, santun serta sesuai dengan teman bicaranya. Rasulullah n teladan yang jauh dari sifat dusta, berbohong, perkataan membual, bertele-tele, kasar, pahit, mengancam, jorok, menusuk hati, kelakar dan lain-lain yang bukan merupakan perkataan orang-orang mulia.

Dari banyak wasiat beliau dapat kita cermati satu, dua, dan mari kita wasiatkan untuk generasi kita.
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَاِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ
“Wajib atas kalian bersifat jujur sebab kejujuran itu menunjukkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan kepada Surga”. (HR.Imam Bukhari dan Muslim).

Sebaliknya; seperti berbohong, menipu, bicara kasar dll, jelas beliau larang.
إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُوْرِ وإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ.


“Jauhilah berkata bohong sebab sesungguhnya kebohongan itu menunjukan kepada kekejian. Dan sesungguhnya kekejian itu menunjukkan ke neraka”. (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
 Perbuatan yang diteladankan adalah yang baik, yang benar sesuai dengan hukum dan jiwa yang bersih itu. Itulah At-Taqwa dan itulah Al-Birru.

Karena dasar keimanan itu maka setiap perbuatannya ia lakukan sebaik-baiknya, dengan disiplin dan hati-hati.
إِتَّقُواْ الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ. (رواه مسلم)
“Jauhilah kedhaliman sebab sesungguhnya kedhaliman itu adalah, kegelapan di hari kiamat”. (HR. Muslim No:6523)

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat balasannya pula (QS. Al-Zalzalah 99: 7 - 8).

Dengan berpedoman dengan ayat ini maka alangkah teliti, indah dan bersih amal mereka.
 Muamalah yang dicontohkan oleh Rasulullah sampai akhir hayat adalah amanah yang adil, indah, bersih dan bermanfaat. Itulah Khalifah di bumi sebagai amanah yang ditegakkan dengan jujur oleh hamba yang tulus dan penuh tanggung jawab. Dari Ibnu Umar Radhiallaahu anhu Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
كُلُّ كُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ (رواه البخاري).
“Setiap anda adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya”. (HR. Al-Bukhari : 893, 5188)
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنِّا.
“Siapa yang menipu maka bukan termasuk golongan kita” . (HR. At-Tirmidzi dari Abu hurairah, Shahih)

Menjaga dan memanfaatkan nikmat dan karunia dengan sebaik-baiknya, sebagai hamba dan pemikul hukum Allah itu tiada berkenan berbuat kerusakan, kecurangan, pencemaran apalagi penghancuran. Mereka bertanggung jawab dengan ketaqwaan, Iman dan penuh harap pahala kepada Allah dengan segenap amal dan program-program amal shalih.

“Bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. (At-Tiin 95: 6)

Dengan siapapun, kepada apapun, orang beriman selalu menebarkan rahmat, kebaikan dan manfaat, dengan bersih, murni dan indah. Mereka selalu siap menolong agama Allah:

“(yaitu orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka’ dimuka bumi; niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat menyuruh berbuat yang mahruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan kepada Allahlah kembali segala urusan (Qs:22, Al-Hajj: 41)”. Mereka selalu menjauhkan diri dari perbuatan merusak, merugikan atau bencana, sebab itu larangan keras. Allah berfirman :

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya, yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang beriman”. (QS. Al-A’raaf 7: 85).
Jamaah rahimakumullah!

Iman pada Mizan di hari akhir dan malaikat yang mencatat amal kita, serta tanggung jawab mengemban amanah kekholifahan adalah juga menuntun orang beriman untuk menjaga kebersihan, kelestarian dan manfaat lingkungan dan alam sekitarnya, demi kemakmuran bukan kerusakan atau pengrusakan (lihat Tafsir Ibnu Katsir I hal : 218).

Mereka aktif melaksanakan kebersihan lingkungan, reboisasi, penghijauan dan peningkatan produktifitas alam dengan eksplorasi yang wajar dan bertanggung jawab.

“Dia telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya”. (Huud: 61).

Sampai benda penghalang di lintasan orang lewat saja dibuang, disingkirkan oleh Iman yang haus amal shaleh itu. Demi kebersihan Iman dan amalnya, demi amanah Imarah, memakmurkan, kemakmuran (Ibnu Katsir I:218 IV 331)
اَلإِيْمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَدْناَهَا إَمَاطَةُ الأذَى عَنِ الطَرِيْقِ (رواه مسلم).
“Iman itu bercabang tujuh puluh lebih, yang paling tinggi adalah kalimat “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah” dan yang paling rendah adalah menyingkirkan kotoran dari jalan.” (HR. Muslim I/63)


Jamaah jum’at A’azza kumullah

Akhirnya semoga Allah menguatkan pohon Iman kita dengan membuahkan amal-amal shalih yang penuh manfaat sehingga terwujud lingkungan yang bersih, kali sungai yang bersih, pantai-lautan yang bersih, hutan, sawah, ladang semua yang hijau tanpa tercemari, udara yang sehat dan segar sebagai buah pohon rahmat Iman dan Islam kita, Amin ya Rabbal Alamin.
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَاسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}

ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.

Selasa, 11 Mei 2010

keajaiban A Qur'an (garis edar)

Garis Edar


Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur'an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.

"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." (Al Qur'an, 21:33)

Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:

"Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." (Al Qur'an, 36:38)

Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Qur'an ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.


Sebagaimana komet-komet lain di alam raya, komet Halley, sebagaimana terlihat di atas, juga bergerak mengikuti orbit atau garis edarnya yang telah ditetapkan. Komet ini memiliki garis edar khusus dan bergerak mengikuti garis edar ini secara harmonis bersama-sama dengan benda-benda langit lainnya.

Keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Qur'an sebagai berikut:

"Demi langit yang mempunyai jalan-jalan." (Al Qur'an, 51:7)

Terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.

Semua benda langit termasuk planet, satelit yang mengiringi planet, bintang, dan bahkan galaksi, memiliki orbit atau garis edar mereka masing-masing. Semua orbit ini telah ditetapkan berdasarkan perhitungan yang sangat teliti dengan cermat. Yang membangun dan memelihara tatanan sempurna ini adalah Allah, Pencipta seluruh sekalian alam.

Garis edar di alam semesta tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.

Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Qur'an diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Qur'an yang diturunkan pada saat itu: karena Al Qur'an adalah firman Alla

surat Al Ikhlas

Surah Al-Ikhlas (Arab:الإخلاص, "Memurnikan Keesaan Allah") adalah surah ke-112 dalam al-Qur'an. Surah ini tergolong surah Makkiyah, terdiri atas 4 ayat dan pokok isinya adalah menegaskan keesaan Allah sembari menolak segala bentuk penyekutuan terhadap-Nya. Kalimat inti dari surah ini, "Allahu ahad, Allahus shamad" (Allah Maha Esa, Allah tempat bergantung), sering muncul dalam uang dinar emas pada zaman Kekhalifahan dahulu. Sehingga, kadang kala kalimat ini dianggap sebagai slogan negara Khilafah Islamiyah, bersama dengan dua kalimat Syahadat.


Asbabun Nuzul

Ada beberapa hadits yang menjelaskan Asbabun Nuzul surah ini yang mana seluruhnya mengacu pada inti yang sama yaitu jawaban atas permintaan penggambaran sifat-sifat Allah dimana Allah itu Esa (Al-Ikhlas [112]:1), segala sesuatu tergantung pada-Nya (Al-Ikhlas [112]:2), tidak beranak dan diperanakkan (Al-Ikhlas [112]:3), dan tidak ada yang setara dengan Dia (Al-Ikhlas [112]:4).

Dilihat dari peristiwa paling pertama, Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan bahwa sekelompok Bani Quraisy pernah meminta Nabi Muhammad untuk menjelaskan leluhur Allah dan kemudian turun surah ini. Riwayat lain bersumber dari Ubay bin Ka'ab dan Jarir bin Abdillah yang menyebutkan bahwa kaum Musyrikin berkata kepada Nabi Muhammad, "Jelaskan kepada kami sifat-sifat Tuhanmu." Kemudian turun surah ini untuk menjelaskan permintaan itu.[3] Dalam hadits ini, hadits yang bersumber dari Jarir bin Abdullah dijadikan dalil bahwa surah ini Makkiyah. Selain itu dari Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair menyebutkan bahwa kaum Yahudi yang diantaranya Kab bin Ashraf dan Huyayy bin Akhtab datang menemui Nabi dan bertanya hal yang sama dengan hadits pertama, kemudian turun surah ini.[4] Dalam hadits ini Sa'id bin Jubair menegaskan bahwa surah ini termasuk Madaniyah. Dan juga riwayat Qatadah menyebutkan Nabi Muhammad didatangi kaum Ahzab (Persekutuan antara kaum Bani Quraisy, Yahudi Madinah, Bani Ghatafan dari Thaif dan Munafiqin Madinah dan beberapa suku sekitar Makkah) yang juga menyanyakan gambaran Allah dan diikuti dengan turunnya surah ini.

Karena adanya berbagai sumber yang berbeda, status surah ini Makkiyah atau Madaniyah masih dipertanyakan dan seolah-olah sumber-sumbernya tampak kotradiksi satu-sama lain. Menurut Abul A'la Maududi, dari hadits-hadits yang meriwayatkannya, dilihat dari peristiwa yang paling awal terjadi, surah ini termasuk Makkiyah. Peristiwa yang pertama terjadi yaitu pada periode awal Islam di Mekkah yaitu ketika Bani Quraisy menanyakan leluhur Allah. Kemudian peristiwa berikutnya terjadi di Madinah dimana orang Nasrani atau orang Arab lain menanyakan gambaran Allah dan kemudian turun surah ini. Menurut Madudi, sumber-sumber yang berlainan tersebut menujukkan bahwa surah itu diturunkan berulang-ulang. Jika di suatu tempat ada Nabi Muhammad dan ada yang mengajukan pertanyaan yang sama dengan peristiwa sebelumnya, maka ayat atau surah yang sama akan diwahyukan kembali untuk menjawab pertanyaan tersebut. Selain itu, bukti bahwa surah ini Makkiyah adalah ketika Bilal bin Rabah disiksa majikannya Umayyah bin Khalaf setelah memeluk Islam. Saat disiksa ia menyeru, "Allahu Ahad, Allahu Ahad!!" (Allah Yang Maha Esa, Allah Yang Maha Esa!!). Peristiwa ini terjadi di Mekkah dalam periode awal Islam sehingga menunjukkan bahwa surah ini pernah diturunkan sebelumnya dan Bilal terinspirasi ayat surah ini.[5]

Pendapat lain yaitu menurut as-Suyuthi. Menurutnya kata "al-Musyrikin" dalam hadits yang bersumber dari Ubay bin Ka'ab tertuju pada Musyrikin dari kaum Ahzab, sehingga mengindikasikan bahwa surah ini Madaniyyah sesuai dengan hadits Ibnu Abbas. Dan dengan begitu menurutnya tidak ada pertentangan antara dua hadits tersebut jika surah ini Madaniyah. Keterangan ini diperkuat juga oleh riwayat Abus Syaikh di dalam Kitab al-Adhamah dari Aban yang bersumber dari Anas yang meriwayatkan bahwa Yahudi Khaibar datang menemui Nabi dan berkata, "Hai Abal Qasim! Allah menjadikan malaikat dari cahaya hijab, Adam dari tanah hitam, Iblis dari api yang menjulang, langit dari asap, dan bumi dari buih air. Cobalah terangkan kepada kami tentang Tuhanmu." Nabi tidak menjawab dan kemudian Jibril membawa wahyu surah ini untuk menjawab permintaan Yahudi Khaibar.[6]
[sunting] Keutamaan
[sunting] Dalam kisah-kisah Islam

Dalam beberapa hadits dikatakan bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa pahala membaca sekali surah Al-Ikhlas sama dengan membaca sepertiga Al-Qur'an sehingga membaca 3 kali surah ini sama dengan mengkhatam Al-Qur'an. Kisah terkait hadits itu terekam dalam beberapa kisah. Seperti kisah ketika Nabi bertanya kepada sahabatnya untuk mengkhatam Al-Qur'an dalam semalam. Umar menganggap mustahil hal itu, namun begitu Ali menyanggupinya. Umar kemudian menganggap Ali belum mengerti maksud Nabi karena masih muda. Ali kemudian membaca surah Al-Ikhlas sebanyak 3 kali dan Nabi Muhammad membetulkan itu. Dalam hadits-hadits terkait hal ini, keutamaan surah Al-Ikhlas sangat memiliki peran dalam Al-Qur'an sehingga sekali membacanya sama dengan membaca sepertiga Al-Qur'an.

Riwayat Anas bin Malik juga merekam kisah berkaitan surah Al-Ikhlas yaitu dimana 70.000 malaikat diutus kepada seorang sahabat di Madinah yang meninggal hingga meredupkan cahaya matahari. 70.000 malaikat itu diutus hanya karena ia sering membaca surah ini. Dan karena banyaknya malaikat yang diutus, Anas bin Malik yang saat itu bersama Nabi Muhammad di Tabuk merasakan cahaya matahari redup tidak seperti biasannya dimana kemudian malaikat Jibril datang memberitakan kejadian yang sedang terjadi di Madinah.
[sunting] Keutamaan lain

Dalam riwayat Ibnu Abbas disebutkan Nabi Muhammad ketika melakukan Isra' ke langit, melihat Arsy di atas 360.000 sendi dimana jarak antar sendi 300.000 tahun perjalanan. Pada tiap sendi terdapat padang Sahara sebanyak 12.000 dan luas tiap satu padang sahara itu adalah dari timur ke barat. Pada setiap padang Sahara itu juga terdapat 80.000 malaikat dimana setiap malaikat membaca surah Al-Ikhlas dan setelah membaca itu mereka berdoa agar pahala mereka diberikan kepada orang yang membaca al-Ikhlas, laki-laki maupun perempuan.

Selain itu Nabi Muhammad juga pernah berkata bahwa Qul Huwallahu Ahad (ayat 1) tertulis pada sayap Jibril, Allahus Shamad (ayat 2) pada sayap Mikail, Lam Yalid Walam Yuulad (ayat 3) pada sayap Izrail, dan Walam Yaqullahu Khufuwan Ahad (ayat 4) pada sayap Israfil. Dan yang membaca al-Ikhlas memperoleh pahala membaca Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an. Lalu berkaitan sahabat, Nabi pernah berkata bahwa Qul Huwallahu Ahad (ayat 1) tertulis pada dahi Abu Bakar, Allahus Shamad (ayat 2) pada dahi Umar, Lam Yalid Walam Yuulad (ayat 3) pada dahi Utsman, dan Walam Yaqullahu Khufuwan Ahad (ayat 4) pada dahi Ali.[7]

Sedangkan hadits lain menyebutkan bahwa ketika orang membaca al-Ikhlas ketika sakit hingga ia meninggal, ia tidak membusuk dalam kubur dan akan dibawa malaikat dengan sayapnya melintasi Siratul Mustaqim menuju surga.[8]

Manfaat Dimensi Shalat dalam Sendi Kehidupan Manusia

Secara etimologi, kata sholat menurut para pakar bahasa adalah bermakna doa. Shalat dengan makna doa tersirat di dalam salah satu ayat al-Qur;an: “Dan shalatlah (mendo’alah) untuk mereka. Sesungguhnya shalat (do’a) kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(QS. At-Taubah: 103)

Dalam ayat ini, shalat yang dimaksud sama sekalibukan dalam makna kewajiban mendirikan shalat yang lima waktu, melainkan dalam makna bahasanya secara asli yaitu berdoa. Shalat diartikan dengan doa, karena pada hakikatnya shalat adalah suatu hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhannya, sebagaimana sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya hamba, apabila ia berdiri untuk melaksanakan shalat, tidak lain ia berbisik pada Tuhannya. Maka hendaklah masing-masing di antara kalian memperhatikan kepada siapa dia berbisik”.

Adapun secara terminologi, shalat adalah sebuah ibadah yang terdiri dari beberapa ucapan dan gerakan yang sudah ditentukan aturannya yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Lebih jauh, definisi ini merupakan hasil rumusan dari apa yang disabdakan Nabi SAW: “Shalatlah kalian, sebagaimana kalian melihat aku shalat”. Dengan demikian, dasar pelaksanaan shalat adalah shalat sebagaimana yang sudah dicontohkan Nabi SAW mulai bacaan hingga berbagai gerakan di dalamnya, sehingga tidak ada modifikasi dan inovasi dalam praktik shalat.

Ada banyak sekali perintah untuk menegakkan shalat di dalam Al-Quran. Paling tidak tercatat ada 12 perintah dalam Al-Quran dengan lafaz “Aqiimush-shalata” (Dirikanlah Shalat) dengan khithab kepada orang banyak, yaitu pada surat: Al-Baqarah ayat 43, 83 dan110, An-Nisa ayat 177 dan 103, Al-An`am ayat 72, Yunus ayat 87, Al-Hajj: 78, An-Nuur ayat 56, Luqman ayat 31, Al-Mujadalah ayat 13, dan Al-Muzzammil ayat 20. Juga,ada 5 perintah shalat dengan lafaz “Aqimish-shalata” (Dirikanlah shalat) dengan khithab hanya kepada satu orang, yaitu pada Surat: Huud ayat 114, Al-Isra` ayat 78, Thaha ayat 14, Al-Ankabut ayat 45, dan Luqman ayat 17.

Dalam Islam, shalat menempati posisi vital dan strategis. Ia merupakan salah satu rukun Islam yang menjadi pembatas apakah seseorang itu mukmin atau kafir. Nabi SAW bersabda: “Perjanjian yang mengikat antara kami dan mereka adalah mendirikan shalat. Siapa yang meninggalkannya, maka sungguh dia telah kafir”(H.R Muslim)

Sedemikian vitalnya shalat, maka ibadah shalat dalam Islam tidak bisa diganti atau diwakilkan. Dia wajib bagi setiap muslim laki-laki dan wanita dalam kondisi apapun: baik dalam kondisi aman, takut, dalam keadaan sehat dan sakit, dalam keadaan bermukim dan musafir. Oleh karena itu, pelaksanaan shalat bisa dilakukan dengan berbagai cara, tergantung pada keadaan pelakunya; kalau tidak bisa berdiri boleh duduk, kalau tidak bisa duduk boleh berbaring, dan seterusnya.

Maka dari itu, shalat merupakan faktor terpenting yang menyangga tegaknya agama Islam. Sehingga, sudah sepatutnya, umat Islam memahami maknanya dan mengetahui manfaat dimensi shalat dalam kehidupan manusia, khususnya dimensi rohani, soasial, dan medis shalat.

Namun, sikap yang pertama kali harus ditunjukkan adalah bahwa kita wajib menjadikan shalat sebagai suatu ibadah dulu. Kemudian setelah itu, baru mengetahui manfaatnya dalam sendi kehidupan kita.

A. Dimensi rohani shalat

Allah SWT berfirman di dalam al-Qur’an: "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku."(Qs. Thaha: 14). "(Yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah, hati menjadi tenang." (Qs. Ar-Ra'du: 28)

Dua ayat di atas mengisyaratkan kepada kita, bahwa soal ketenangan jiwa adalah janji Allah yang sudah pasti akan diberikan kepada orang yang shalat. Hati bisa tenang bila mengingat dan dzikir kepada Allah, sedang sarana berdzikir yang paling efektif adalah shalat. Tentu bukan sembarang shalat. Sebagaimana dalam ayat di atas, perintah Allah adalah tegakkan, bukan laksanakan.

Mendirikan shalat beda dengan sekadar melaksanakan. Mendirikan shalat punya kesan adanya suatu perjuangan, keseriuasan, kedisiplinan, dan konsentrasi tingkat tinggi. Jika sekadar melaksanakan, tak perlu susah payah, cukup santai asal terlaksana. Itulah sebabnya Allah memilih kata perintah “aqim” yang berarti dirikan, tegakkan, luruskan.

Maka, kualitas shalat seseorang diukur dari tingkat kekhusyu’annya, yaitu hadirnya hati dalam setiap aktifitas shalat. Dalam hal ini Imam al-Ghazali menyebutkan enam makna batin yang dapat menyempurnakan makna shalat, yaitu: kehadiran hati, kefahahaman akan bacaan shalat, mengagungkan Allah, “haibah” (segan), berharap, dan merasa malu.

Shalat dapat di sebut sebagai dzikir, manakala orang yang shalatnya itu menyadari sepenuhnya apa yang dilakukan dan apa yang diucapkan dalam shalatnya. Dengan kata lain dia tidak dilalakani oleh hal-hal yang membuat shalatnya tidak efektif dan komunikatif. Dalam hadist riwayat Abu Hurairah di sebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Berapa banyak orang yang melaksanakan shalat, keuntungan yang diperoleh dari shalatnya, hanyalah capai dan payah saja." (HR. Ibnu Majah).

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa yang lebih penting dan utama dalam shalat itu bukan gerakan fisik, akan tetapi gerakan batin. Gerakan fisik bisa diganti atau ditiadakan jika memang tidak mampu. Tapi dzikir kepada Allah tetap harus berjalan, kapanpun dan bagaimanapun juga. Seorang yang tidak mampu berdiri karena sakit, bisa mengganti gerakan berdirinya dengan hanya duduk, mengganti gerakan ruku'nya dengan isyarat sedikit membungkuk. Demikian juga sujudnya. Tidak bisa berdiri diperbolehkan duduk. Tidak bisa duduk dengan berbaring dan sebagainya.Sedangkan gerakan batin tidak bisa di ganti. Ini yang mutlak harus ada. Tanpa kehadiran hati, shalat hanya merupakan gerakan tanpa arti.

Itulah sebabnya Allah SWT memberi ancaman yang cukup keras kepada kita, dengan kata yang amat pedas, "Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang lalai dalam shalatnya." (Qs. al-Maa'uun: 4-5)

Jadi, janji-janji Allah SWT kepada orang yang shalat, seperti: ketenangan batin, ketentraman hati dan apalagi pahala tidak serta merta diberikan Allah begitu saja. Ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Bagi yang lalai dalam shalatnya bukan saja tidak bakal mendapatkan janji-janji tadi, malah ada ancaman keras dari Allah SWT.

B. Dimensi sosial shalat

Allah SWT berfirman: “Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Qs. Al-Ankabuut:45)

Dengan jelas ayat di atas mengisyaratkan bahwa salah satu pencapaian yang dituju oleh adanya kewajiban shalat adalah bahwa pelakunya menjadi tercegah dari kemungkinan berbuat jahat dan keji. Ini mengindikasikan bahwa shalat merupakan salah satu rukun Islam yang mendasaar dan pijakan utama dalam mewujudkan sistem sosial Islam. Kemalasan dan keengganan melaksanakan salat disamping sebagai tanda-tanda kemunafikan, dan semakin lunturnya imannya seseorang, dalam skala besar merupakan tahapan awal kehancuran komunitas muslim. Karena secara empirik shalat merupakan faktor utama dalam proses penyatuan dan pembangunan kembali kekuatan-kekuatan komunitas muslim yang sebelumnya rusak dan terpencar-pencar sebagai akibat melalaikan mendirikan salat.

Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda: "Sholat adalah tiang agama, barang siapa menegakkannya, maka ia telah menegakkan agama, dan barang siapa merobohkannya, maka ia telah merobohkan agama." (HR. Imam Baihaqi). Hal ini mengindikasikan bahwa kekokohan sendi-sendi soasial masyarakat muslim akan sangat tergantung kepada sejauh mana mereka menegakkan shalat yang sebenar-benarnya. Apabila hal ini tidak menjadi prioritas utamanya, maka kekeroposan sendi-sendi sosial kemasyarakatan akan menghinggapinya, yang berlanjut kepada kehancuran umat Islam itu sendiri. Karena suatu bangunan itu kuat, ketika tiangnya kokoh.

Shalat diakhiri dengan salam, hal ini mengindikasikan bahwa setelah seorang hamba melakukan hubungan (komunikasi) yang baik dengan Allah, maka diharapkan hubungan yang baik tersebut juga berdampak pada hubungan yang baik kepada sesama manusia. Dengan kata lain, jika seorang hamba dengan penuh kekhusyu’an dan kesungguhan menghayati kehadiran Tuhan pada waktu shalat, maka diharapkan bahwa penghayatan akan kehadiran Tuhan itu akan mempunyai dampak positif pada tingkah laku dan pekertinyadalam kehidupan bermasyarakat.

Hal ini diwujudkan dengan jaminan melakukan apa saja yang dibenarkan syariah guna membantu saudara-saudaranya yang memang butuh bantuan. Yang kaya membantu yang miskin, yang kuasa membantu yang teraniaya, yang berilmu membantu yang masih belajar, supaya terjadi saling hubungan yang serasi dan harmonis, Orang yang salatnya baik, tidak akan pernah mengeluarkan ucapan dan atau perbuatan kepada sesamanya, yang maksudnya memang jelek.

Orang yang salatnya baik, akan bertindak santun dengan sahabatnya, tetangganya dan siapapun juga, akan menghormati tamunya dengan penuh perhatian, dan akan bertindak dan bertaaruf secara santun dengan saudaranya sesama manusia apalagi terhadap saudaranya seiman, dengan tanpa membedakan baju dan golongannya. Orang yang salatnya bagus bukan sekedar membekas hitam di keningnya, lebih dari itu adalah bagaimana mengimplementasikan kasih sayangnya kepada lingkungannya (rohmatun lilalamin).

Orang yang salatnya baik justru dituntut lebih banyak kiprahnya dalam kehidupan sosial. Keliru besar jika mereka yang shalat, hanya mengelompok, menyendiri dan mengexklusifkan diri seolah hidup dalam ruang hampa sosial, dan menafikan dan terkesan merendahkan pihak lain. Sungguh Allah membenci dan tidak menyukai orang-orang yang membanggakan dirinya, angkuh, sombong dan merasa paling baik, paling suci dibanding dengan yang lain. Intinya orang yang sholatnya baik adalah tercermin dalam amal salehnya di luar sholat.

Manfaat Sholat Bagi Kesehatan

sujud

Rangkaian gerakan sholat yang dicontohkan oleh Rasulullah saw sarat akan hikmah dan manfaat bagi kesehatan. Sebab, setiap gerakan sholat merupakan bagian dari olahraga otot-otot dan persendian tubuh. Sholat dapat membantu menjaga vitalitas dan kebugaran tubuh tetapi dengan syarat semua gerakan sholat dilakukan dengan benar, tuma’ninah (perlahan dan tidak terburu-buru), dan istiqomah (konsisten/terus menerus).

Begitu banyak manfaat gerakan sholat bagi kesehatan tubuh manusia. Semakin sering kita sholat dengan benar, semakin banyak manfaat yg kita peroleh untuk kesehatan diri kita.

Mari kita lihat satu persatu dari gerakan sholat…

Sholat dengan berdiri

Wajibnya sholat adalah berdiri bagi yang mampu, ternyata berdiri pada waktu sholat mengandung hikmah yg luar biasa yaitu dapat melatih keseimbangan tubuh dan konsentrasi pikiran.

Takbiratul Ihram

Takbir dilakukan dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu dan dilakukan ketika hendak rukuk dan bangkit dari rukuk. Pd saat kita mengangkat tangan sejajar bahu, otomatis kita membuka dada, memberikan aliran darah dari pembuluh balik yang terdapat di lengan untuk dialirkan ke bagian otak pengatur keseimbangan tubuh, membuka mata dan telinga kita sehingga keseimbangan tubuh terjaga.

Rukuk

Rukuk dilakukan dengan tenang dan optimal dapat merawat kelenturan tulang belakang yang berisi sumsum tulang belakang (sebagai saaraf sentral manusia) beserta aliran darahnya. Rukuk pun dapat memelihara kelenturan tuas sistem keringat yang terdapat di punggung, pinggang, paha dan betis belakang. Demikian pula tulang leher, tengkuk dan saluran saraf, memori dapat terjaga kelenturannya dengan rukuk. Kelenturan saraf memori dapat dijaga dengan mengangkat kepala secara maksimal dengan mata menatap ke tempat sujud.

I’tidal (Bangun dari Rukuk)

Saat berdiri dari rukuk dengan mengangkat tangan, darah dari kepala akan turun ke bawah sehingga bagian pangkal otak yang mengatur keseimbangan berkurang tekanan darahnya. Hal ini dapat menjaga sistem saraf keseimbangan tubuh dan berguna mencegah terjadinya pingsan secara tiba-tiba.

Sujud

Apabila dilakukan dengan benar dan lama, sujud dapat memaksimalkan aliran darah dan oksigen menuju otak atau kepala, termasuk mata, telinga, leher, pundak dan hati. Cara seperti ini efektif untuk membogkar sumbatan pembuluh darah pada jantung sehingga resiko terkena jantung koroner dapat diminimalisir.

Duduk antara Dua Sujud

Cara duduk di antara dua sujud dapat menyeimbangkan sistem kerja elektrik serta saraf keseimbangan tubuh kita. Selain itu, gerakan ini dapat menjaga kelenturan saraf di bagian paha dalam, cekungan lutut, cekungan betis, sampai jari-jari kaki. Kelenturan saraf ini dapat mencegah penyakit prostat, diabetes, sulit buang air kecil dan hernia.

Duduk Tasyahud Awal

Pada saat duduk tasyahud awal, lipatan paha dan betis bertemu. Gerakan ini dapat mengaktifkan kelenjar keringat sehingga dapat mencegah pengapuran dan mengoptimalkan kaki sebagai penopang tubuh kita.

Duduh Tasyahud AKhir

Gerakan ini lebih baik dari gerakan bersila. Berguna untuk membongkar pengapuran pada cekungan kaki kiri agar saraf keseimbangan yang berhubungan dengan saraf mata akan terjaga dengan baik sehingga konsentrasi akan meningkat dan terjaga.

Salam

Gerakan ini dapat menarik urat leher yang bermanfaat untuk menjaga kelenturan urat leher. Pada leher terdapat banyak urat saraf yang sangat penting untuk dijaga, seperti urat saraf paru-paru dan jantung. Sebab kalo kering dapat menyebabkan kematian (Madyo Wratsongko: 40-45)

Subhanallah, Allah Maha Hikmah, segala yg dititahkan-Nya memberikan manfaat yang luar biasa bagi hamba-Nya. Semakin banyak rakaat yang dikerjakan, semakin banyak hikmah yang diperoleh dari gerakan-gerakan tersebut untuk tubuh kita.

Jumat, 23 April 2010

keajaiban Al Qur'an(Mengembangnya Alam Semesta)

Mengembangnya Alam Semesta




Edwin Hubble dengan teleskop besarnya.

Dalam Al Qur'an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:

"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya." (Al Qur'an, 51:47)

Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Qur'an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur'an dikatakan bahwa alam semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.



Sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.

Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus "mengembang".

Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.

Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Qur'an pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur'an adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.

Rabu, 21 April 2010

keajaiban Al Qur'an (PEMISAHAN LANGIT DAN BUMI)



Gambar ini menampakkan peristiwa Big Bang, yang sekali lagi mengungkapkan bahwa Allah telah menciptakan jagat raya dari ketiadaan. Big Bang adalah teori yang telah dibuktikan secara ilmiah. Meskipun sejumlah ilmuwan berusaha mengemukakan sejumlah teori tandingan guna menentangnya, namun bukti-bukti ilmiah malah menjadikan teori Big Bang diterima secara penuh oleh masyarakat ilmiah.

Satu ayat lagi tentang penciptaan langit adalah sebagaimana berikut:

"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (Al Qur'an, 21:30)

Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan "Kami pisahkan antara keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa", dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari "ratq". Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.

Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat "fatq". Keduanya lalu terpisah ("fataqa") satu sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk "langit dan bumi" yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan "ratq" ini. Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk "fataqa" (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.

Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20.